Penyebaran COVID-19 di Indonesia telah dimulai pada bulan Maret 2020. Pemerintah dengan cepat memutuskan bahwa COVID-19 sebagai bencana nasional non-alam. Sejak saat itu, informasi mengenai COVID-19 menjadi tranding dan memenuhi seluruh informasi di Indonesia bahkan dunia.
Kondisi over abundance of information atau tumpah ruahnya informasi dimungkinkan dengan kondisi di mana setiap khalayak dengan smartphone memiliki kemampuan mereproduksi dan mendistribusikan suatu konten sesuai dengan selera masing-masing pengguna. Akibatnya, informasi yang dibagikan seringkali tidak terverifikasi kebenarannya.
Terjadi pembauran antara fakta dan hoaks. Kondisi ini kian pelik saat audiens berada pada lingkaran informasi, yang diistilahkan Birchall dalam "knowledge goes pop".
Pengetahuan dan informasi semacam ini memiliki karakter "deny scientific rationalism and justified true belief as the only criteria for knowledge" (Birchall, 2006).
Argumen tersebut memperkuat tesis mengenai kecenderungan publik yang menganggap bahwa kebenaran (truth) sebagai yang "lebih berfungsi" (functioned) dalam kehidupan sehari -hari mereka, daripada truth dalam kerangka logic.
Dalam konteks pandemic Covid-19, yang terjadi tidak hanya wabah penyakit yang menyebabkan krisis kesehatan semata, tetapi juga mengakibatkan dampak turunan.
Dampak turunan tersebut seperti adanya ancaman krisis ekonomi bagi pelaku usaha dan UMKM; krisis sosial akibat kepanikan massal bagi yang terkena PHK; hingga krisis informasi dan panic buying yang menyebabkan harga melangit; dan persediaan kebutuhan menjadi sedikit untuk mereka yang sangat membutuhkan barang seperti masker wajah.
Krisis komunikasi terkait Covid-19 juga diakibatkan oleh kecepatan wabah infodemics yang menyebar lebih cepat dan lebih luas dibandingkan informasi ilmiahnya. Kecurigaan satu sama lain kian meningkat dan tak terhindarkan bersamaan dengan kesimpangsiuran informasi tentang wabah.
Pandemi tidak bisa dijawab dengan perang opini. Dibutuhkan manajemen dan protokol komunikasi yang lebih komprehensif untuk menghadapi krisis komunikasi Covid-19 sehingga informasipemberitaan yang sifatnya sensasional, pemberitaan yang kurang mendidik, dan bersifat konspiratif dapat ditekan.
Sebab hingga saat ini, masalah komunikasi masih mengalami kebuntuan karena tingkat ketidakpercayaan publik pada pemerintah.
Sejak penyebaran COVID-19 pemerintah terus menyampaikan informasi kepada masyarakat secara massif dan berkala. Hal ini dilakukan untuk dapat mengendalikan kondisi masyarakat pada masa pandemic.
Sehingga tidak terjadi salah informasi atau bahkan informasi palsu (Hoax) Usaha pemerintah dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat pada saat pandemic menemui tantangan yang berat khususnya pada masyarakat dalam kegiatan keagamaan.
Pandemic COVID-19 memaksa masyarakat untuk meminimalisir kegiatan kegamaan yang menyebabkan kerumunan dan dapat meningkatkan potensi penyebaran COVID-19.
Selain itu, pemerintah juga ditantang dengan perilaku masyarakat yang merespon pandemic COVID-19 secara beragam.
Pada konteks ini pemerintah membutuhkan organisasi keagamaan sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan yang benar tentang pandemic COVID-19 kepada masyarakat.
Sampai batas tertentu, organisasi keagamaan berperan penting dalam penanganan wabah karena posisinya yang strategis sebagai pemimpin opini bagi masyarakat keagamaan khususnya NU dan Muhammadiyah.
Alasan memilih dua organisasi ini dikarenakan keduanya mewakili mayoritas masyarakat muslim Indonesia dan merupakan organisasi Islam yang memiliki jumlah pengikut yang besar.
Metode Komunikasi Ormas Islam (NU dan Muhammadiyah)
NU dan Muhammadiyah masing-masing membentuk Media Center Covid-19 didirikan untuk membantu pemerintah sebagai sarana komunikasi ke masyarakat sebagai bagian dalam upaya membangun kesadaran dan pencegahan penyebaran Covid-19, juga untuk menjadi filter yang mencegah penyebaran informasi yang salah (hoaks).
Gugus Tugas Covid-19 pada masing-masing Ormas Islam baik di pusat maupun di daerah untuk dapat melibatkan partisipasi media untuk menjalankan mandatnya, khususnya dalam pencegahan penyebaran Covid-19. Coppola dan Maloney (2017) menyatakan bahwa manajemen bencana secara komprehensif mencakup empat komponen.
Empat komponen tersebut terdiri dari: pertama, mitigation yang mencakup reduksi atau mengeliminasi komponen risiko bahaya.
Kedua, preparedness, yakni melengkapi masyarakat berisiko terkena bencana, atau menyiapkan mereka agar mampu membantu orang pada peristiwa bencana dengan berbagai alat/perlengkapan untuk meningkatkan kemampuan bertahan dan meminimalisir risiko.
Ketiga, response, mencakup tindakan mengurangi atau mengeliminasi dampak bencana. Keempat, recovery, mencakup perbaikan dan rekonstruksi.
Keempat komponen dalam situasi bencana/krisis tersebut membutuhkan pendekatan komunikasi krisis. Dalam konteks inilah, wabah Covid-19 harus ditangani dengan manajemen bencana secara modern, karena di saat suasana penuh ketidaknyamanan dan ketidakpastian, komunikasi menjadi kunci sekaligus bagian dari solusi.
Komunikasi krisis secara luas dapat didefinisikan sebagai pengumpulan, pengolahan, dan penyebaran informasi yang diperlukan untuk mengatasi situasi krisis.
Selain itu, Organisasi masyarakat NU dan Muhammadiyah melakukan terstruktur kepada masyarakat melalui struktur organisasi.
Sebagaimana diketahui, NU dan Muhammadiyah memiliki massa yang sangat besar di Indonesia. Massa keduanya bahkan sampai ke lembaga keagamaan paling kecil yaitu masjid, musholla, sekolah, pesantren hingga komunitas keagamaan seperti komunitas solawat (Putra, Farida, et al. 2022).
Selain itu, saat ini keduanya juga massif menggunakan media digital untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat (D. A. Putra, The roles of technology in al-Quran exegesis in Indonesia 2020). keduanya tercatat sangat aktif pada flatform-flatform media social, seperti Youtube, Facebook, Instagram, twitter, dll (Hidayaturrahman and Putra 2019).
Penyampaian Gugus Tugas Muhammadiyah (kiri) flyer yang disebarkan oleh Muhammadiyah di media social (kanan)
Efektifitas Komunikasi ORMAS Islam
Sebagai ormas islam terbesar di indonesia, Nahdatul ulama dan Muhammadiyah tentu memiliki urgensi yang sangat besar dalam membantu komunikasi pemerintahan di indonesia.
Banyak sekali peran dan jasa yang disumbangkan oleh Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah bagi negara indonesia baik dari sisi aspek sosial, politik, pendidikan maupun dari sisi ekonomi (Putra, Wahyuni and Hidayah 2021).
Dari sisi sosial peranan Nahdatul Ulama terlihat upaya penyebaran informasi dengan kekuatan lembaga keagamaan dengan jaringan struktur dan pola kepemimpinan yang mapan.
Dalam dunia pendidikan Nahdatul Uluma ikut memberikan sumbangsih jasa yang sangat besar dalam mencerdaskan anak bangsa indonesia, antara lain dengan mendirikan lembaga pendidikan baik formal maupun informal.
Dalam aspek ekonomi kerakyatanpun Nahdatul Ulama ikut andil dalam meningkatkan taraf perekonomian rakyat indonesia dengan didirikannya lembaga lembaga keuangan yang berbasis syari’ah.
Peran penting yang dimainkan oleh NU dan Muhammadiyah seperti di atas membuat komunikasi organisasi keagamaan afektif dalam perannya menjadi perantara penyampai informasi dari negara kepada masyarakat.
hal ini disebabkan karena Ormas keagamaan memiliki pengikut yang banyak. Organisasi kemasyarakatan (Ormas) memiliki peran sangat positif dalam penyebaran informasi dan membantu tugas dan fungsi pemerintah dalam pencegahan penyebaran COVID-19 di masyarakat.
Perilaku Masyarakat Muslim
Perilaku masyarakat muslim yang patuh kepada pemimpin agama membuat komunikasi organisasi keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah menjadi efektif.
Masyarakat muslim merupakan masyarakat yang mengembalikan otoritas keagamaannya kepada pemimpin agama atau yang disebut dengan Ulama (Asád, Putra and Arfan 2021). Posisi ulama menjadi sangat penting dalam memberikan informasi kepada masyarakat mengenai COVID-19.
Contohnya, MUI pada bulan april mengeluarkan fatwa mengenai pelaksanaan ibadah pada masa pandemic. Fatwa ini akhirnya dapat menyelesaikan polemic yang terjadi di masyarakat mengenai perilaku keagamaan di masa pandemic COVID-19.
Kesimpulan
Organisasi keagamaan Islam khususnya NU dan Muhammadiyah telah ikut berpartisipasi dalam membantu pemerintah untuk menyebarkan informasi yang benar.
Metode yang digunakan oleh NU dan Muhammadiyah adalah dengan menggunakan struktur organisasi dari tingkat pusat hingga desa dan lembaga-lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan NU dan Muhammadiyah. Selain itu, NU dan Muhammadiyah juga menyebarkan informasi mengenai COVID-19 melalui media social secara rutin dan massif.
Hal ini membuat komunikasi oleh organisasi keagamaan menjadi sangat efektif dalam membantu pemerintah. Efektifitas ini terlihat dari kepatuhan masyarakat keagamaan terhadap instruksi pemimpin agama yang diwakili oleh masing-masing ORMAS.
Daftar Pustaka
Asád, D.I. Ansusa Putra, and Arfan. "Being al-Wasatiyah Agents: The Role of Azharite Organization in the Moderation of Indonesian Religious Constellation." Journal of Islamic Thought and Civilization, 2021: 125-145.
Hidayaturrahman, Mohammad, and D.I. Ansusa Putra. "The Role of Technology and Social Media in Spreading the Qur'an and Hadiths by Mubalig." DINIKA: Academic Journal of Islamic Studies, 2019: 45-64.
Putra, D. I. Ansusa, Mila Wahyuni, and Jamáh Alfi Hidayah. "BUDAYA POPULIS DALAM DAKWAH ISLAM: Simbolisasi Muslim Urban dalam Film Ketika Tuhan Jatuh Cinta." Borneo: Journal of Islamic Studies, 2021: 12-22.
Putra, D.I. Ansusa. "The roles of technology in al-Quran exegesis in Indonesia." Technology in Society, 2020: 1-8.
Putra, D.I. Ansusa, Umma Farida, Dani Sartika, Abdurrohman Kasdi, and Silvia Handayani. "Quranic Mental Health amidst pandemic: a cultural-hermeneutic reading to the Salawat community in Indonesia." Mental Health, Religion and Culture, 2022: 1-15.
Penulis : dr. Silvia Handayani (Pengasuh Rubrik Kesehatan Jambinews.id)